Pulmo day 19 : aftermath


.

ujian selesai, entah dapet berapa.

rasanya ngantuk banget.

lelaaaah.

dan untuk apakah kerja poli tadi?

lumayan, walaupun capek megangin lengan ibu2 dengan efusi pleura (mind you, ibu2, lengannya gede), tapi bisa skalian liat biopsi pleura. dahsyat. kayak pake obeng. super geda.

belajar jadi dokter tuh jahat gak sih? orang sakit berat jadi kesempatan untuk liat tindakan yang heboh-heboh.

semacam biopsi pleura tadi.

trus, skarang jadi kepikiran.

orang2 yang ngerokok di mana pun di Jakarta ini, yang gayanya selangit, mungkinkah nanti akan saya temukan beberapa tahun kemudian dalam keadaan kurus kering, kalau nafas dadanya ketinggalan sebelah, sesak nafas, dengan fremitus melemah dan perkusi yang meredup serta auskultasi yang bunyi vesikularnya menurun?

tumor paru.

atau mukanya bengkak, dadanya banyak venektasi, nafas sesak, nyeri dada, dan suara serak?

tumor mediastinum.

atau orang2 yang sok2 nge-punk dan sok asik, mungkinkah nanti akan ditemukan di rumah sakit dengan IMT <12 dan mulut jamuran, kesadaran menurun, dan banyak infeksi oportunistik lainnya?

HIV.

seriously, sometimes i just couldn't bring my empathy with those kind of guys. Hanya berpikir bahwa itu risiko yang harusnya sudah mereka sadari dari dulu.

sama seperti si pemilik kistoma ovarii + AIDS.

mungkin akan lebih baik kalau mereka mati. lebih cepat lebih baik. gak bikin yang lain sengsara.

but then, they said that family supposed to make you miserable.

Am i an evil person?

sebenarnya yang kena HIV belum tentu dulunya kacau sih. bisa jadi sial pas dapet transfusi dari donor narapidana. jadi, apakah semua narapidana punya HIV? buku yang aneh.

cih, besok masih jaga. mudah2an IGD sepi. please jangan banyak SIDA lagi, the terror that they bring along with them is just too much.

potong aja kertas EKG yang masih ada gelombang sinusnya. Asystole. Mati. Selesai.